The Willoughby Film Animasi Keluarga Yang Tak Sempurna

The Willoughby


Gimana rasanya jadi anak-anak dari keluarga Willoughby? Punya orangtua yang bucin banget satu sama lain. Tapi, anak-anak mereka enggak diperlakukan sebagaimana mestinya. Emang kayak gimana perlakuannya?


Informasi Film

Judul : The Willoughby

Sutradara : Kris Pearn

Diproduksi oleh Netflix

Diangkat dari buku The Willoughby karya Lois Lowry

Rilis : 22 April 2020

Durasi : 92menit

Menampilkan : Will Forte, Maya Rudolph, Alessia Cara, Terry Crews, Martin Short, Jane Krakowski, Seán Cullen, Ricky Gervais


Keluarga The Willoughby Yang Kuno

Sebelum mulai nyeritain film ini. Saya nonton tayangan ini di Netflix, ya. Dan ternyata, termasuk film yang baru, karena baru tayang tahun kemarin di bulan April. Baru buatku karena tayang saat pandemi dan saat belum berani ke bioskop.

Perhatian ya, film animasi keluarga ini bukan film yang menyajikan tentang keluarga sebagaimana mestinya. Jangan bayangin peran orangtua sampai pendidikan moral. Karena, dalam tayangan ini, anak-anak Willoughby enggak mendapat asuhan yang baik.

Keluarga mereka itu kuno karena rumah mereka ditampakkan masih kuno di antara himpitan dua gedung modern. Hidup mereka jauh dari teknologi seperti televisi, gadget apalagi internet. Bagus memang ya tampaknya.

Apalagi, anak-anak Willoughby ini menghabiskan waktu mereka dengan membaca buku. Membuat mainan sendiri dari buku yang dibaca, malah jadi semacam penemuan ala anak-anak. 

Bahkan, anak-anak ini enggak pernah menginjakkan kaki mereka di luar pagar. Enggak pernah jalan ke Mall apalagi ke bioskop. Pokoknya mereka terus berada di rumah.


Bagaimana Cara Bapak dan Ibu Willoughby Mendidik Anak Mereka?

Bahasa mendidik memberi kesan keduanya perhatian sama anak-anaknya, ya. Padahal, ditayangkan kalau baru lahir saja si Tim - anak pertama Willoughby - ditaruh di lantai dan dilarang masuk ke kamar orangtuanya. Dalam kondisi masih merangkak. 

Cerita bergulir sampai Tim ini besar dan ketiga adiknya juga sudah besar, sekitar usia 10 tahunan. Di mana mereka kelaparan karena Bapak dan Ibunya enggak masak buat mereka. Mereka masak untuk diri mereka sendiri dan memberikan makanan sisa untuk anak-anaknya. Padahal, makanan sisa dari kemarin pun enggak ada.

Tenang, sebentar, tarik napas dulu. Ini bukan cerita drama keluarga yang dikemas dengan mengenaskan. Meski kisah yang diangkat bikin melotot dan geleng-geleng kepala. Tapi kemasannya khusus untuk anak-anak dengan beberapa penyajian yang sesuai pakem.

Lanjut ya, selain mereka sampai harus menahan lapar. Si anak kedua bernama Jane ini, berusaha berontak dengan mencuri makanan kedua orangtuanya. Tapi, sayangnya, pas ketangkap basah justru Tim yang dihukum dan dimasukkan ke ruang bawah tanah tempat penyimpanan batu bara.

Itupun si Tim enggak dibebasin kalau masa hukumnya selesai. Dia harus menanti pembakaran penghangat ruangan selesai, barulah ia bisa keluar melalui tungku pembakaran.

Tak hanya itu, Jane yang suka menyanyi bahkan enggak diizinkan untuk mengeluarkan suara. Karena, bisa mengganggu Ibunya yang sedang merajut. Jadi, mereka harus menjaga agar suara mereka enggak kencang dan harus berbisik.

Gimana? Udah kesel belum? Lanjut ya.


Ide Anak Willoughby Untuk Mengusir Orangtua Mereka

Setelah menyelamatkan bayi yang dibuang di depan pintu pagar keluarga Willoughby. Anak-anak berambut merah ini bermimpi untuk menjadi anak yatim piatu. Serius, mereka punya mimpi untuk jadi anak tanpa orangtua.

Mungkin saking keselnya sama orangtua mereka kali ya. Sampai punya pikiran untuk menyingkirkan orangtua mereka. Idenya memang bukan ide gila, mereka mengirimkan keduanya untuk bepergian keliling dunia.

Tapi, kekhawatiran Ibunya, kalau-kalau anak mereka merusak rumah tinggal mereka. Akhirnya membuat keduanya memutuskan untuk menggunakan jasa pengasuh selama mereka pergi.

Saat tiba waktunya mereka berangkat liburan. Anak-anak rambut merah ini enggak tau kalau orangtuanya mempekerjakan seorang pengasuh. Jadi, selama beberapa saat mereka mulai berlarian di koridor rumah. Kemudian, loncat-loncat di kasur kamar orangtua mereka yang enggak pernah boleh dimasuki.

Pada akhirnya, saat mereka kelaparan. Datanglah pengasuh ini. Yang membuat Tim Willoughby merasa kalau pengasuh ini berbahaya. Sebagai anak pertama, ia mengemban tanggungjawab yang cukup besar. Sehingga, ia tampak lebih dewasa namun jauh dari bijaksana, dari usianya.

Kasian ya, anak-anak Willoughby ini?


The Willoughby


Apa Yang Terjadi Dengan Pengasuh dan Anak-anak Willoughby?

Pertama kali pengasuh ini menyajikan makanan untuk mereka. Jane dan dua adik kembarnya bernama Barnabys, menyambut hidangan tersebut dengan antusias. Apalagi, mereka enggak pernah makan gandum yang seenak itu. Kecuali Tim yang masih berkeras kalau kehadiran si pengasuh bisa merusak keluarga Willoughby.

Dengan pendekatan yang halus, si pengasuh ini justru bisa membuat Tim akhirnya mau makan. Setelah itu, ia memberikan pelukan untuk adik-adiknya Tim. Ternyata, pelukan si pengasuh ini membuat ketiganya terkejut karena merasa nyaman dan hangat. Iya, pastinya, sejak kecil keempat anak Willoughby enggak pernah dapat pelukan. Wajar aja ketika mereka bereaksi dengan berlebihan saat dipeluk.

Saat mereka baru kembali dari pabrik permen dan makanan manis. Tim yang penasaran karena mencuri dengar ayahnya menelpon si pengasuh akhirnya mengetahui kalau rumah mereka dijual. Sementara anak-anak Willoughby diserahkan pada si pengasuh.

Kedewasaan Tim yang sebenarnya belum sesuai dengan usianya inilah yang membuatnya berpikir sebaliknya. Bahwa si pengasuh akan membuat mereka hancur dan rusak. Sayangnya, pemikiran ini justru membuat keempat anak Willoughby diambil oleh panti asuhan secara paksa. Dan mereka tinggal terpisah.


Anak-anak Willoughby Yang Memohon Untuk Tetap Menjadi Anak Kedua Orangtuanya

Di panti asuhan, hanya Tim yang belum memiliki orangtua asuh. Karena, ia selalu berusaha kabur dari orang yang mengadopsinya. Hingga akhirnya, ia mendengar kalau ingin bersatu kembali dengan adik-adiknya, mereka harus bersama kedua orangtua mereka.

Muncul ide untuk menemui bapak dan ibu Willoughby yang memutuskan untuk tinggal di Stenvernd. Tim kemudian membawa adik-adiknya kabur untuk menemui bapak dan ibunya. Memohon agar mereka tetap dijadikan anak, supaya tak terpisah lagi.

Membayangkan ada anak yang memohon agar tetap menjadi anak pada orangtuanya. Membuat hati ini menjadi miris. Meski, penayangannya enggak sedih. Justru sedihnya, ketika mereka menganggap bapak dan ibunya menerima mereka lagi sebagai anak. Saat itulah, keempat anak Willoughby ditinggal di atas gunung es. Sementara kedua orangtuanya pergi begitu saja tanpa menyelamatkan mereka.

Dan impian mereka untuk benar-benar menjadi anak yatim piatu pun terwujud. Yang ternyata, memang tak semudah itu.

Kalo kata si narator kucingnya, "Tragis. Tapi, ini sebuah kisah yang kuno." Iya, film ini memang happy ending, jadi jangan khawatir akan mendatangkan rasa bersalah.


Karakter Anak-anak Willoughby

Sedikit mengenalkan karakter Willoughby Children. Jadi, sejak kecil si Tim ini memang sudah ditelantarkan, tapi masih tetap di rumah besar dan kuno itu. Sebagai anak pertama, Tim cukup banyak menerima doktrin mengenai keluarga Willoughby turun temurun. 

Maka dari itu, ia menjadi anak yang keras kepala karena doktrinnya sangat melekat. Walau begitu, karena sejak masih kecil, Tim sudah dipercayakan untuk mengasuh Jane. Sehingga rasa ingin menjaga adik-adiknya sangat tinggi.

Berbeda dengan Tim, Jane yang banyak diasuh sama Tim serta mendapat pemahaman tentang Willoughby dari Tim, yang notabennya enggak sekeras doktrin bapak dan ibunya. Membuat Jane menjadi anak yang selalu mencari solusi meski itu berarti melangkah dari zona Willoughby.

Saya sebut sebagai Zona Willoughby, soalnya sangat jauh kalau disebut zona nyaman. Karena, kehidupan mereka enggak nyaman buatku.

Nah, kemampuan Jane beradaptasi dan menerima hal baru ini juga menjadi penentu ia, adiknya dan kakaknya untuk bisa mendapat kehidupan yang layak. Jane bahkan tak segan mengkritik kakaknya, Tim, saat Tim mulai terlalu takut keluar dari zona Willoughby.

Sementara dua adik kembarnya, dua Barnabyss. Karena keduanya masih sangat kecil. Tapi, sudah bisa membuat mainan mereka sendiri. Si kembar ini cenderung mengikuti perintah kakaknya. Terutama perkataan Jane, karena yang banyak mengurus kembar Barnabys ini ya Jane.

Tapi, kedua anak kembar ini termasuk yang otaknya encer. Karena gemar membuat mainan dan penemuan kecil. Sehingga, saat ada permasalahan yang timbul, ide mereka pun banyak berguna.


Willoughby


Penutup

Nonton tayangan ini tuh benar-benar harus mencoba enggak gampang menyalahkan si bapak dan ibu Willoughby ini. Bisa dibilang, tindakan mereka yang over bucin satu sama lain, bisa jadi pengingat buat enggak berlebihan kalau cinta dan sayang.

Tapi, tenang aja. Buatku pribadi, adegan dalam tayangan ini bisa ditonton oleh anak-anak asalkan ditemani, ya. Biar sekalian diberi pemahaman mengenai kehidupan anak-anak. 

Untuk kualitas gambarnya, oke banget. Bukan film animasi murahan. Dan plotnya juga keren, dengan pengembangan karakter yang memuaskan. 

Dari film ini, saya memahami kembali mengenai keluarga sempurna itu bagaimana. Apakah disebut sempurna jika tinggal bersama orangtua yang toxic minta ampun. Dan enggak sempurna kalau diasuh sama orang lain?

Buat yang butuh tontonan yang menyegarkan untuk awal tahun 2021 ini. Silakan nonton The Willoughby di Netflix. Soundtracknya enak banget didengar, loh.

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Silakan tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik ya. Untuk komentar dimoderasi ya.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *