Sosok Bidan di Pelosok Negeri Theresia Dwiaudina Sari Putri




Menjadi bidan di desa pelosok. Yang bahkan untuk menuju tempat tersebut harus turun dari motor sebab jalan yang dilewati tidak mendukung. Di tengah malam ketika kabut mulai turun dan udara dingin menusuk. Bukan perjalanan karir yang mudah.

Ditambah, harus menyelamatkan dua orang nyawa yang sudah darurat statusnya. Apalagi yang bisa dilakukan selain melakukan proses bantuan melahirkan di pinggir jalan karena sang Ibu sudah tidak kuat lagi. Dan kondisi janin sudah siap berada di jalan lahir.

Mau tidak mau, dengan penerangan yang sangat minim. Udara dingin menusuk tulang. Hanya ada beberapa warga yang menemani untuk berjaga-jaga. Disertai gerimis rintik yang membuat suasana semakin tidak nyaman. Proses melahirkan tersebut akhirnya tetap dilakukan.

Kisah ini adalah kenangan seorang bidan yang bekerja di desa terpencil bernama Uzouzo.

Bidan Dinny

Kisah Nyata Bidan di Desa Pelosok NTT : Theresia Dwiaudina Sari Putri

Setiap orang pasti punya impian yang tinggi. Memiliki jabatan atau gaji yang besar. Kemudian, tentu berharap bekerja di lokasi atau tempat kerja yang memadai fasilitasnya.

Namun, usai menyelesaikan studinya di jurusan Tenaga Kesehatan, Surabaya. Theresia Dwiaudina Sari Putri yang akrab dipanggil Bidan Dinny. Memutuskan untuk mencari pekerjaan di kampung halamannya Ende, NTT.

Awalnya, ia menjadi tenaga kesehatan honorer di kabupaten dekat tempat tinggalnya. Tak lama berselang, Kepala Desa dari desa seberang tempat tinggalnya. Memintanya untuk menjadi bidan di desa tersebut.

Meski bertetangga dengan tempat tinggalnya di kabupaten Ende. Desa yang bernama Uzouzo ini sempat membuat Bidan Dinny memikirkan secara matang tawaran tersebut. Sebab lokasi yang agak sulit untuk ditempuh pada waktu itu. Ditambah, tawarannya ini akan menjadikannya bidan pertama di tempat yang bahkan masih minim fasilitas kesehatannya.

Di usianya yang masih muda, fresh graduate, Bidan Dinny sudah harus membuat keputusan yang mungkin akan memiliki banyak resiko. Terutama saat penanganan dengan keterbatasan fasilitas.

Keputusan yang cukup besar akhirnya dipilih oleh Bidan Dinny dengan tawaran gaji 12 juta setahun. Dan tahun 2017 merupakan pertama kalinya Bidan Dinny menjadi tenaga kesehatan pertama dan satu-satunya di Desa Uzouzo.

SATU Indonesian Awards

Edukasi Massal Tentang Kesehatan

Kebiasaan yang sudah terbiasa dilakukan di suatu tempat, ditambah kepercayaan yang mengakari dan menguatkan kebiasaan tersebut, bisa dikatakan menjadi budaya. Seperti budaya yang sebelumnya masih dianut oleh masyarakat di desa Uzouzo.

Mereka tidak terbiasa melahirkan di tempat kesehatan. Bagi mereka, melahirkan di dukun beranak lebih tepat dan aman. Sebab, di sini ada kepercayaan yang kuat terhadap keberadaan dukun beranak.

Tentunya, hal ini meresahkan sebab seringnya penanganannya kurang tepat. Tidak jarang membuat beberapa Ibu harus mengalami rasa sakit yang berlebih akibat tidak sesuainya penanganan saat melahirkan.

Tak hanya itu, usai melahirkan, edukasi mengenai perawatan dan semuanya masih belum memadai. Karena itulah, Bidan Dinny saat menjabat sebagai bidan pertama di Desa Uzouzo, harus berhadapan dengan budaya tersebut.

Tidak sedikit penolakan yang diterima Bidan Dinny saat melakukan edukasi pada masyarakat Desa agar mau melahirkan di pos kesehatan. Bahkan, demi bisa membuktikan bahwa melahirkan di tempat kesehatan merupakan hal yang tepat, karena mendapat penanganan yang aman, sering kali Dinny harus mendatangi rumah penduduk untuk membantu proses kelahiran.

Baik siang maupun malam hari. Baik bisa ditempuh jalan kaki atau dengan sepeda. Bidan Dinny tetap memenuhi panggilan darurat saat ada yang akan melahirkan.

Sama seperti kisah ia membantu seorang Ibu untuk melahirkan namun menuju lokasi kesehatan masih terlampau jauh. Akhirnya, harus dilakukan di pinggir jalan.

Kisah ini bukan sekadar kisah fiktif. Inilah pengalaman berarti yang membuat Bidan Dinny berhak mendapat penghargaan SATU Indonesia Awards Tahun 2023 yang lalu.

Tak hanya membantu proses melahirkan. Bidan Dinny juga banyak melakukan edukasi massal mengenai kesehatan.

Edukasi Massal Kesehatan Pada Masyarakat Desa Uzouzo

Berita terbaru terkait Desa Uzouzo adalah desa ini mulai mengadakan pembangunan yang membuat akses menuju desa lebih mudah. Dan pembangunan ini juga ditujukan untuk membuka diri demi laju ekonomi masyarakat yang berkembang.

Namun, pada waktu itu, minimnya edukasi kesehatan di desa ini. Membuat Bidan Dinny harus mau terjun langsung mengedukasi tentang kesehatan bagi masyarakat. Seperti :

  • Mengadakan Posyandu untuk memberikan imunisasi lengkap pada anak dan pemberian vitamin. Saat ini, sudah sekitar 80% anak-anak di desa Uzouzo mendapat hak kesehatan. Sebelumnya, banyak anak di desa ini bahkan tidak memahami pentingnya imunisasi.
  • Mengecek kondisi kesehatan anak-anak yang ternyata didominasi anak penderita stunting. Bidan Dinny pun akhirnya memberikan informasi terkait cara penanganan gizi untuk anak-anak dan memberikan makanan tambahan untuk anak stunting dari dana yang sudah ada.
  • Mengedukasi masyarakat terkait pentingnya memiliki kamar mandi dan penampungan air terpisah. Sebelumnya, masyarakat Desa Uzouzo terbiasa melakukan aktivitas hariannya ini di sungai. Sehingga masih sering bercampur dengan limbah hasil cuci dan lainnya. Mengadakan pemeriksaan kesehatan secara massal pada masyarakat, baik Ibu-ibu, anak dan bapak-bapak. Mulai dari pemeriksaan tensi dan lainnya.
  • Juga memberikan edukasi terkait pentingnya KB untuk menjaga jarak aman kelahiran anak. Sebelum Dinny bertugas, mayoritas pasangan di desa Uzouzo memiliki banyak anak dengan riwayat stunting dan kebanyakan berasal dari ekonomi kebawah. Ini menjadi hal yang harus dilakukan demi mencegah pertumbuhan anak di desa Uzouzo terganggu akibat kelahiran yang tidak direncanakan.

Perjuangan Bidan Dinny ini memang patut diapresiasi. Dan beruntunglah, dengan adanya SATU Indonesia Awards dari Astra. Bisa mengenalkan sosok inspiratif dari generasi muda Indonesia.

Seperti bidan Dinny yang pengalamannya sangat mengharukan dan menginspirasi. Sehingga bisa menjadi pecutan untuk generasi muda lainnya agar maksimal dalam menjalani profesi terlebih jika kebermanfaatannya benar dirasakan banyak orang.

Menjadi pahlawan yang pamrih dengan gaji sedikit tapi maksimal dalam melayani. Itu bukan hal yang sulit. Demikian hal yang saya dapatkan dari pengalaman Bidan Dinny.

Theresia Dwiaudini

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Silakan tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik ya. Untuk komentar dimoderasi ya.