Halodoc Konsultasi Kesehatan Online
Halodoc Bisa Konsultasi Online. Sekarang ini, derajat kentut lebih tinggi daripada derajat batuk. Masih ingat dengan kata-kata Burhan Muhtadi yang kalau dipikir baik-baik, betul juga, ya.
Sesuai banget dengan kondisi pandemi virus corona saat ini. Ketika ada orang batuk sambil mengusap hidung. Otomatis kita menjauh dan berkomentar, “kenapa enggak pakai masker, sih?”
Apalagi kalau yang melakukan hal tersebut adalah penjual makanan atau sayuran. Auto ditinggal sama pembelinya. Beneran ini mah.
Sudah terjadi di tempat saya tinggal. Momen saat otomatis si pedagang sayur batuk dan mengusap hidung seperti pilek. Serentak Ibu-ibu yang tadinya berkerumun, langsung menjauh.
Salah sendiri, ya. Kenapa juga masih berkerumun. Kan sudah dibilangin untuk jaga jarak aman. Malu sama truk yang setia untuk menjaga jaga jarak aman di jalan tol.
Gara-gara ini pula, saya jadi teringat saat akhir februari lalu.
Batuk Tak Kunjung Usai
Beberapa hari usai berita mengenai munculnya penyakit batuk disertai demam yang bisa membuat banyak orang meninggal dunia. Di mana penyakit ini menularnya cukup cepat.
Saat itu, saya juga tengah mengalami sakit flu dan batuk, tanpa disertai demam. Baru terasa setelah berminggu-minggu mengonsumsi es buah di tempat langganan yang baru.
Minum es atau air dingin sudah menjadi gaya hidup saya sebelumnya. Bangun tidur kalau enggak minum air dingin, rasanya seperti enggak minum.
Sampai ketika batuk menyerang dan membuat saya harus di rumah secara total. Karena, riwayat penyakit batuk dan pilek saya ini. Akan bertambah parah kalau terkena debu dan makanan manis.
Menghindari debu, memang sulit. Mengingat saya masih harus menyapu dan membersihkan debu di rumah. Sementara untuk menghindari makanan manis, juga sulit.
Alhasil, efeknya berminggu-minggu saya mengalami batuk yang kalau didengar juga orang akan risih dan menjauh. Ini serius, batuknya enggak santai gitu.
Kalau ditanya, “sudah ke dokter belum?” Waktu itu sudah ke dokter, total sampai tiga kali ke dokter baru sembuh. Tapi, waktu baru ke dokter pertama kali. Karena baru periksa di klinik dekat rumah yang belum tau riwayat saya. Hanya menganggap bahwa batuk saya bukan alergi.
Sampai kemudian saya kembali lagi ke klinik. Kemudian, baru diputuskan untuk memberikan obat batuk merk lain, tapi belum juga diberi anti alergi.
Hingga kunjungan ketiga ini, saya sudah lelah dengan batuk-batuk yang tak henti ini. Sampai pendengaran saya tertutup sebelah dan rasanya enggak nyaman banget.
Akhirnya di klinik yang sama, namun berbeda dokter. Barulah diberi obat khusus berupa antibiotik, anti alergi sampai obat tetes telinga.
Setelah itu? Alhamdulillah sembuh. Tapi, ada yang berbeda semenjak sakit batu yang cukup lama ini.
Penyakit Bisa Membangun Kebiasaan Baru Yang Lebih Baik
Perbedaan yang paling signifikan adalah saya sudah tidak lagi ketergantungan dengan air es. Tapi, sekarang ketergantungan dengan air hangat.
Ini serius, karena semenjak batuk-batuk tak kunjung usai itu. Tenggorokan saya baru bisa santai dan tenang tanpa rasa gatal kalau minum air hangat.
Akhirnya, sekarang selalu sedia termos ke manapun saya berada. Lagi duduk di depan televisi, sesekali menyeruput air putih hangat. Mau tidur minum air putih hangat. Sampai bangun tidur pun minum air putih hangat.
Kebiasaan ini juga yang membuat saya paham, kalau sebenarnya saya sedang dididik agar tubuh saya terbiasa dengan kondisi yang nantinya akan lebih berbeda.
Di kondisi pandemi virus corona seperti ini, memang cukup membuat ketar-ketir tapi sebenarnya pun menumbuhkan kebiasaan baik lainnya yang tak kalah penting. Menjaga kebersihan dan kesehatan.
Pandemi ini juga mengajarkan saya banyak hal, salah satunya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh. Perihal cuci tangan yang tampak sederhana, ternyata bisa membawa kebaikan yang lebih besar.
Sungguh, sekarang kapok cuci tangan cuma meperin tangan ke gelas minum dingin di restoran cepat saji.
Iya, ini tuh sering saya lakukan. Iya memang, jorok banget kan, ya. Tapi, yaa karena waktu itu mageran. Sekarang sih kapok.
Selain itu, sekarang ini lebih waspada kalau badan terasa enggak enak. Apalagi pas momen puasa saat ini. Terkadang tubuh suka kaget dan sering memunculkan gejala seperti lemas berlebihan (padahal kebanyakan makan karbo) sampai tenggorokan sedikit gatal (karena alergi manis tapi masih aja minum es kelapa).
Untuk mengantisipasi biar enggak tambah parah, saya akan mulai mengecek kondisi kesehatan melalui bantuan aplikasi online.
Halodoc Konsultasi Dan Cek Mandiri Covid-19 Online
Kalau sudah mulai badan terasa sumeng alias panas. Memang lebih baik langsung konsultasi online di aplikasi Halodoc.
Lebih terjamin karena konsultasinya langsung sama dokter. Dan cek Covid-19 nya ini juga valid. Sebagai penentu apakah kondisi kita perlu dites langsung ke rumah sakit atau enggak.
Biasanya, kalau mau tes seperti ini tuh ada rasa takut. Biasanya. Jadi, memang dibutuhkan kesadaran dari diri sendiri untuk memulainya.
Tenang aja, cek apakah kita termasuk pasien rendah resiko atau tinggi resiko ini dilakukan secara online. Jadi, enggak perlu langsung datang kecuali mau ikut menjalankan rapid test.
Cek Covid-19 ini tujuannya untuk cek kesehatan mandiri. Agar kita bisa mengetahui secara dini apakah kita perlu mendapat penanganan oleh petugas medis secara langsung atau enggak.
Jadi, kalau semisalnya pada saat cek Covid-19 ini indikasinya harus mendapat penanganan. Bisa langsung ditangani dengan cepat. Biar enggak terlambat.
Enggak perlu takut selama kita bisa langsung ditangani pihak medis. Karena, kesehatan kita harus selalu diutamakan.
Pengalaman Konsultasi Dan Penanganan Melalui Halodoc
Mengenal aplikasi ini sudah cukup lama. Berawal dari rasa sakit tak tertahankan setiap menstruasi tiba. Sampai akhirnya butuh obat untuk pereda nyeri. Tapi, enggak tau harus minta tolong siapa.
Akhirnya, cari di internet dan kenalan sama aplikasi Halodoc ini. Yang kemudian membawa saya pada konsultasi gratis beberapa menit oleh dokter yang sesuai.
Selain itu, kita juga bisa memesan obat dari aplikasi ini. Tinggal klik saja dan tunggu pesanan obatnya diantar oleh abang ojek online.
Sama seperti ketika batuk melanda, saya sempat melakukan konsultasi lebih dulu melalui aplikasi ini. Karena, takut kalau langsung ke klinik di tengah pandemi virus corona seperti saat ini.
Konsultasinya juga enggak asal-asalan. Tapi, kita harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya saat konsul. Biar dokternya bisa langsung menangkap dengan jelas gejala penyakit yang kita derita.
Sertakan juga kalau-kalau kita punya alergi pada obat-obatan tertentu. Biar dokternya enggak salah kasih resep obat.
Satu Aplikasi Untuk Semua Kondisi
Pengalaman yang enggak mengenakkan pasti bikin kita selalu waspada, ya. Terutama saat kita malu dan takut untuk keluar rumah karena sedang enggak enak badan.
Wajar aja, karena faktanya memang sakit batuk saat ini selalu dicurigai sebagai gejala sakit karena virus corona.
Faktanya juga, pasien positif covid-19 ini pun enggak serta merta langsung diterima oleh masyarakat.
Ini terjadi di blok sebelah rumah saya. Saat pasien sudah dinyatakan sembuh. Ketika pulang, justru mendapat perlakuan kurang mengenakkan.
Kondisi ini sempat ramai diperbincangkan. Ada yang setuju namun banyak yang enggak setuju dengan pengucilan ini.
Yaiyalah, namanya sudah dinyatakan sembuh mau diapain lagi?
Jujur, kekhawatiran berlebihan di tengah masyarakat ini cukup kontras dengan kondisi keramaian masyarakat yang masih keluar ngabuburit mencari takjil.
Rasanya membuat diri ini geram dengan kondisi yang ada. Tapi, benar juga jika boleh mengutip salah satu tulisan yang sempat viral.
Yang sulit itu menghadapi manusianya. Bukan virusnya.
Penutup
Melakukan cek covid-19 mandiri melalui aplikasi. Sejatinya merupakan bentuk ikhtiar kita agar tetap waspada namun enggak berlebihan.
Daripada kita mengira-ngira. Ada baiknya kita langsung melakukan cek mandiri di Halodoc yang notabennya enggak susah dan berat untuk dilakukan.
Tentunya, biar kita bisa tau langsung hasilnya. Yang bisa langsung keluar setelah kita sampai di pertanyaan akhir.
Mudah, simple, efisien dan hasilnya terpercaya.
Gimana, masih mau menunda cek kesehatan mandiri? Jangan dong. Lebih baik mencegah daripada mengobati, ya kan?